Zakat tak Berdaya
Oleh: H. Mohamad Suharsono, Lc, MESy
Dalam beberapa forum diskusi dan kajian tentang zakat, pernyataan yang
selalu muncul adalah kebingungan dalam mengelola zakat. Ada sebuah
masjid yang kebingungan setelah mengumpulkan dana zakat, namun tidak
cukup untuk para mustahik juga untuk para amilnya.
Setelah dianalisa, ternyata dananya terbatas dan panitianya banyak. Ada
lagi masjid yang berhasil mengumpulkan dananya bahkan sudah bisa
membuat BMT namun masih juga bingung karena dana tersebut belum dapat
menjadi solusi bagi kaum dhuafa. Dan masih banyak lagi cerita para
panitia amil zakat (musiman) yang kebingungan.
Kalau masjid yang kelebihan mustahik (penerima zakat) mungkin
itu hal yang lumrah, tetapi ada juga masjid yang jumlah mustahiknya
selalu bertambah, namun para pengurusnya merasa sudah berhasil mengelola
zakat, dan berkata: “Alhamdulillah setiap tahun penerima zakat kita
bertambah!”
Demikianlah fenomena pengelolaan zakat di berbagai tempat dengan
berbagai macam dinamikanya. Selain masalah dana yang minim, jumlah
mustahik yang tidak sedikit juga menjadi problema tersendiri. Belum lagi
pendistribusian zakat yang dibagikan secara langsung atau dibagi habis
alias konsumtif bukan produktif.
Hal tersebut dapat disebabkan beberapa hal, diantaranya :
1. Mayoritas Umat Islam di Indonesia memahamai bahwa zakat hanya setahun sekali saja.
2. Para pembayar zakat banyak yang merasa lebih afhdol jika menyalurkan secara langsung kepada mustahiknya.
3. Para pembayar zakat banyak yang merasa cukup dengan menyalurkan zakat kepada kerabatnya saja.
4. Minimnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga amil
5. Minimnya pengetahuan lembaga atau panitia amil zakat tentang tata
cara pengelolaan zakat (tata cara menghimpun, mengelola dan
mendistribusikan)
6. Para panitia amil menyalurkan zakat secara konsumtif saja (bagi langsung atau bagi habis)
7. Minimnya pengetahuan lembaga atau panitia amil tentang pengelolaan zakat produktif.
Dari ketujuh sebab tersebut yang paling dominan adalah masalah
transformasi ilmu pengetahuan tentang zakat dan berbagai macam
problematikanya, sedangkan sisanya adalah rasa ”tenang” atau ”nyaman”
dan hubungan kekerabatan.
Untuk itu maka yang harus dilakukan adalah :
1. Sosialisasikan pengetahuan (transformasi ilmu) zakat ke masyarakat
luas melalui berbagai macam forum diskusi dan kajian, baik dilaksanakan
di masjid atau di perkantoran.
2. Sosialisasi ke masyarakat luas bahwa zakat harus produktif bukan hanya konsumtif melalui media cetak dan elektronik
3. Transparansi dan akuntabilitas lembaga atau panitia amil terkait
dengan dana yang dikelola agar mendapatkan kepercayaan dari masyrakat
Dengan ketiga hal ini mudah-mudahan ketidak berdayaan zakat dapat
diselesaikan dan visi zakat dapat direalisasikan. Zakat kembali
berfungsi merubah mustahik (penerima zakat) menjadi muzaki (pembayar
zakat). Zakat dapat mengentaskan kemiskinan bukan memelihara dan
mengekekalkan kemiskinan. Wallahua’lam bishawab
www.zakat.pkpu.or.id