Senin, 11 Februari 2013

Zakat tak Berdaya

Zakat tak Berdaya

Oleh: H. Mohamad Suharsono, Lc, MESy

Dalam beberapa forum diskusi dan kajian tentang zakat, pernyataan yang selalu muncul adalah kebingungan dalam mengelola zakat. Ada sebuah masjid yang kebingungan setelah mengumpulkan dana zakat, namun tidak cukup untuk para mustahik juga untuk para amilnya.

Setelah dianalisa, ternyata dananya terbatas dan panitianya banyak. Ada lagi masjid yang berhasil mengumpulkan dananya bahkan sudah bisa membuat BMT namun masih juga bingung karena dana tersebut belum dapat menjadi solusi bagi kaum dhuafa. Dan masih banyak lagi cerita para panitia amil zakat (musiman) yang kebingungan.

Kalau masjid yang kelebihan mustahik (penerima zakat) mungkin itu hal yang lumrah, tetapi ada juga masjid yang jumlah mustahiknya selalu bertambah, namun para pengurusnya merasa sudah berhasil mengelola zakat, dan berkata: “Alhamdulillah setiap tahun penerima zakat kita bertambah!”

Demikianlah fenomena pengelolaan zakat di berbagai tempat dengan berbagai macam dinamikanya. Selain masalah dana yang minim, jumlah mustahik yang tidak sedikit juga menjadi problema tersendiri. Belum lagi pendistribusian zakat yang dibagikan secara langsung atau dibagi habis alias konsumtif bukan produktif.

Hal tersebut dapat disebabkan beberapa hal, diantaranya :

1. Mayoritas Umat Islam di Indonesia memahamai bahwa zakat hanya setahun sekali saja.
2. Para pembayar zakat banyak yang merasa lebih afhdol jika menyalurkan secara langsung kepada mustahiknya.
3. Para pembayar zakat banyak yang merasa cukup dengan menyalurkan zakat kepada kerabatnya saja.
4. Minimnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga amil
5. Minimnya pengetahuan lembaga atau panitia amil zakat tentang tata cara pengelolaan zakat (tata cara menghimpun, mengelola dan mendistribusikan)
6. Para panitia amil menyalurkan zakat secara konsumtif saja (bagi langsung atau bagi habis)
7. Minimnya pengetahuan lembaga atau panitia amil tentang pengelolaan zakat produktif.

Dari ketujuh sebab tersebut yang paling dominan adalah masalah transformasi ilmu pengetahuan tentang zakat dan berbagai macam problematikanya, sedangkan sisanya adalah rasa ”tenang” atau ”nyaman” dan hubungan kekerabatan.

Untuk itu maka yang harus dilakukan adalah :

1. Sosialisasikan pengetahuan (transformasi ilmu) zakat ke masyarakat luas melalui berbagai macam forum diskusi dan kajian, baik dilaksanakan di masjid atau di perkantoran.
2. Sosialisasi ke masyarakat luas bahwa zakat harus produktif bukan hanya konsumtif melalui media cetak dan elektronik
3. Transparansi dan akuntabilitas lembaga atau panitia amil terkait dengan dana yang dikelola agar mendapatkan kepercayaan dari masyrakat

Dengan ketiga hal ini mudah-mudahan ketidak berdayaan zakat dapat diselesaikan dan visi zakat dapat direalisasikan. Zakat kembali berfungsi merubah mustahik (penerima zakat) menjadi muzaki (pembayar zakat). Zakat dapat mengentaskan kemiskinan bukan memelihara dan mengekekalkan kemiskinan. Wallahua’lam bishawab

www.zakat.pkpu.or.id